Jumat, 06 Januari 2012

Lanjutan (Ayam Hutan X)

Ayam Hutan Feral Di Kepulauan Hawaii dan Cook Island (Pasifik Tenggara), juga ditemukan populasi ayam hutan merah peliharaan yang terlepas dari kandang, dan kemudian hidup liar (feral) di daerah pedalaman. Ciri fisik ayam ini sangat mirip dengan ayam hutan asli. Kemungkinan, dahulunya ayam peliharaan yang terlepas adalah ayam hutan asli yang kemudian kawin dengan ayam setempat, hingga berkembang menjadi populasi ayam liar, seperti yang ditemukan saat ini.
Gambar 21. Populasi ayam hutan feral di Kepulauan Cook. Oleh peneliti, ayam hutan ini disimpulkan telah terkontaminasi genetik ayam domestik setempat sehingga dikategorikan sebagai ayam silangan (Crossbred/Brugo). Dari Gambar 21 di atas, dapat dilihat bentuk fisik ayam liar yang sangat mirip sekali dengan ayam hutan asli. Bentuk tubuh yang sedikit gempal pada ayam kiri, jengger yang besar pada ayam jantan sebelah kanan dan adanya jengger pada ayam betina (inset), menunjukkan bahwa ayam hutan ini telah terkontaminasi oleh gen ayam setempat, sehingga sudah tidak murni lagi. Budidaya ayam hutan merah Ayam hutan yang baru ditangkap dari alam, sangat sulit dijinakkan, karena sifatnya yang liar. Ayam ini juga mudah mengalami stress, karena tidak terbiasa dengan suara yang ramai atau gaduh. Jika stress ini berlanjut, nafsu makan ayam hutan menurun drastis. Ayam pun akan semakin lemah karena tidak mau makan dan rentan terhadap penyakit. Saat panik atau terkejut, ayam hutan yang biasanya ditempatkan di dalam kandang yang sempit, akan berusaha keluar dengan menabrak dinding kandang. Seringkali, benturan yang terjadi menimbulkan luka di kepala dan sayap. Jika tidak ditangani dengan segera, luka ini dapat berkembang menjadi infeksi. Ayam hutan pun, bisa jadi almarhum dibuatnya. Menjinakkan ayam hutan liar dari alam, jelas membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang tinggi. Diperlukan waktu yang lama, untuk membuat ayam hutan menjadi lebih jinak dan menurut. Melakukan penangkaran terhadap ayam hutan juga bukan perkara mudah, karena harus memenuhi bermacam persyaratan agar ayam hutan merasa nyaman dan mau bereproduksi. Menurut pihak Taman burung TMII, penangkaran ayam hutan merah di kandang besar dan luas yang didesain khusus, seperti di habitat aslinya akan memberikan hasil yang lebih baik. Ayam merah yang dipelihara di kubah burung TMII, dilaporkan dapat berbiak sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Hal ini diduga terkait dengan kenyamanan dan kecukupan bahan makanan yang diperoleh ayam hutan di dalam kubah. Beberapa penangkar burung di Malaysia dan Thailand sudah menangkarkan ayam hutan murni, untuk menghindari polusi genetik ini. Penangkaran ini dilakukan dengan memelihara ayam dalam kandang besar dari kawat berukuran 3 x 3 x 4 meter yang ditempatkan di tepi hutan yang tidak ada bangunan sama sekali di sekitarnya. Kondisi kandang dibuat semirip mungkin dengan habitat asli. Kandang tersebut beralas tanah dengan serasah yang dilengkapi tempat bersarang dan kayu atau cabang pohon sebagai tenggeran. Harga ayam hutan bersertifikat hasil penangkaran yang dijamin keasliannya ini, cukup mahal dan diekspor, untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan Amerika. Cara lain yang lebih mudah untuk membudidayakan ayam hutan merah adalah dengan mengambil telur ayam hutan dari sarangnya, kemudian ditetaskan di mesin tetas atau dititipkan pada induk ayam kampung yang sedang bertelur/mengeram. Anak ayam hutan yang ditetaskan dengan cara ini, setelah dewasa, biasanya lebih mudah beradaptasi dengan manusia. Meskipun demikian, karakter dan nalurinya sebagai burung liar masih tetap ada. Informasi lebih lanjut tentang budidaya ayam hutan dapat dilihat di http://omkicau.com/2009/12/22/pelestarian-ayam-hutan-melalui-pembentukan-ayam-bekisar-untuk-ternak-kesayangan-bagian2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar