Jumat, 06 Januari 2012

Lanjutan (Ayam Hutan XI)

Pasar ayam hutan merah Proses budidaya yang sulit, birokrasi yang rumit (untuk ekspor) serta nilai ekonomi yang belum menjanjikan, membuat penangkaran ayam hutan yang asli/murni/bersertifikat untuk tujuan komersial, tidak populer di Indonesia. Dapat dipastikan, sebagian besar ayam hutan merah yang ada di pasaran di Indonesia, merupakan hasil tangkapan dari alam atau ayam hutan hasil silangan (Brugo). Menjual ayam hutan hasil silangan (Brugo) di pasaran, jauh lebih mudah, karena selain jinak, juga tahan terhadap tekanan lingkungan. Seringkali, ayam Brugo ini diberi label “ayam hutan asli yang sudah jinak“, untuk mendongkrak harga dan memanfaatkan ketidaktahuan konsumen akan ciri ayam hutan yang asli. Gambar-gambar ayam hutan merah yang asli dapat dilihat di: http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html dan http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm. Memasarkan ayam hutan hasil tangkapan dari alam jauh lebih beresiko, karena ayam hutan mudah stress dan rentan terhadap penyakit. Pembeli tentu tidak mau membeli ayam hutan yang kelihatan pucat, lemah dan sakit. Membuat ayam hutan menjadi lebih jinak juga membutuhkan waktu yang lama, sehingga tidak ekonomis. Ayam hutan hasil tangkapan dari alam pun, belum tentu ayam hutan asli, sebab kemungkinan kontaminasi dari ayam domestik seperti telah diceritakan di atas, juga cukup besar. Jadi, bagi sobat-sobat yang ingin membeli dan memelihara ayam hutan yang asli, kami harap untuk berhati-hati… Dari hasil diskusi dengan beberapa narasumber yang pernah memelihara ayam hutan merah dan ayam Brugo, penulis memperoleh beberapa informasi menarik. Sebagian besar narasumber, menyarankan untuk memelihara ayam Brugo, karena pemeliharaannya lebih mudah, karakternya lebih jinak dan daya tahan tubuhnya kuat. Ayam Brugo juga berkokok lebih nyaring, lebih panjang dan lebih sering dibandingkan dengan ayam hutan merah. Memelihara ayam hutan asli bagi hobiis yang belum berpengalaman sangatlah tidak dianjurkan, karena sifat ayam hutan yang rentan terhadap stress dan penyakit. Hubungan ayam hutan merah dengan manusia Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa ayam hutan merah telah didomestikasi sejak 6000 tahun yang lalu di Henan (China). Stempel kerajaan bergambar ayam juga ditemukan di Mohenjo-daro yang diperkirakan berasal dari rentang waktu 3000-2000 tahun sebelum masehi. Awalnya, ayam hanya dipelihara sebagai hewan aduan. Selanjutnya, didomestikasi untuk diambil daging dan telurnya. Di Mesir, ayam telah diintroduksi oleh pedagang dari timur sejak zaman Fir’aun dan dikenal sebagai “burung yang dapat bertelur setiap hari”. Sekitar tahun 600 SM, ayam memasuki Eropa dan menjadi salah satu dewa untuk pemujaan yang melambangkan kesuburan, keperkasaan dan kemakmuran (Diwyanto dan Prijono, 2007). Boleh dikata, ayam hutan merah yang menjadi nenek moyang ayam peliharaan, adalah spesies burung yang paling berjasa. Ayam hutan ini bersama dengan seluruh varian turunannya telah lama menjadi salah satu sumber protein utama bagi manusia. Selain itu, ayam dengan berbagai bentuk, gerak-geriknya yang lucu dan suara kokoknya yang unik, juga menjadi satwa “penawar duka” bagi manusia yang kerap dirundung nestapa. Ayam adalah salah satu menu makanan favorit masyarakat dunia. Hal ini dapat dilihat dari sebaran jaringan restoran fastfood global yang dapat ditemukan dengan mudah di kota-kota besar, seperti: Mc Donald, Kentucky Fried Chicken (KFC), Texas Fried Chicken, Kamerun Fried Chicken (?) dan FC FC lainnya. Adapula yang sifatnya lokal seperti CFC, Mbok Berek, Warung Pecel Lele, Warung Sari Laut, Sate Ayam Madura, Ayam Goreng Kalasan, Ayam Goreng Sulawesi dan lain-lain. Saat hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, hidangan dari daging ayam berjaya mendampingi ketupat di meja makan. Ayam hutan merah jantan menampilkan kesan yang gentle, gagah, berani dan pantang menyerah. Di Indonesia, beberapa institusi menggunakan ayam hutan merah jantan sebagai lambang. Salah satunya adalah Universitas Hasanuddin, sebuah perguruan tinggi negeri di Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Gambar 23. Lambang Universitas Hasanuddin (kiri), perangko bergambar Sultan Hasanuddin (kiri tengah), France Cock (kanan tengah) dan lambang tim nasional Perancis (Kanan). Lambang ayam jantan tersebut digunakan untuk mengenang pahlawan Nasional, Sultan Hasanuddin (1631-1670) yang berjuang dengan gigih, menentang penjajah. Belanda pun kagum dengan keberanian Sultan Hasanuddin, sehingga menggelari Raja Gowa ke-16 tersebut dengan sebutan, “De Haantjes van Het Oosten” atau ayam jantan dari benua timur. Ayam hutan merah jantan juga dikenal sebagai lambang nasional negara Perancis. Jika sobat penggemar fanatik sepak bola, cobalah tengok lambang di dada pemain timnas Perancis, akan nampak sesosok ayam jantan, berdiri dengan gagah di sana (Wikipedia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar