Jumat, 06 Januari 2012

Lanjutan (Ayam Hutan XIV)

Sebagaimana ayam hutan lainnya, ayam hutan Srilangka bersifat terestrial. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari makanan dengan mengais tanah di lantai hutan untuk mencari biji-bijian, buah yang jatuh dan serangga. Anak ayam yang masih muda sangat membutuhkan asupan makanan hidup, berupa berbagai jenis serangga dan juvenil kepiting darat. Sedangkan ayam dewasa memiliki menu yang lebih bervariasi. Ayam jutan Srilangka sangat peka terhadap penyakit yang menyerang ayam ras atau ayam kampung pada umumnya. Ayam ini juga terbiasa memakan mangsa yang hidup, sehingga tidak bisa mengkonsumsi makanan buatan pabrik. Oleh karena itu, ayam hutan Srilangka sangat sulit dipelihara di penangkaran. Status Konservasi Populasi ayam hutan Srilangka yang masih banyak ditemukan di habitatnya, membuat IUCN memasukkan ayam ini dalam kategori Least Concern atau berisiko rendah untuk mengalami kepunahan. Jika populasi ayam ini dalam kondisi kritis di habitat aslinya, akan sangat sulit mencegahnya dari kepunahan, sebab ayam hutan Srilangka ini cukup sulit dikembangbiakkan di penangkaran. Wali Kukula, demikian masyarakat setempat memberi nama ayam hutan ini, juga dikenal sebagai burung nasional Srilangka. 4. Ayam hutan hijau/Green Junglefowl (Gallus varius Shaw, 1798) Ayam hutan hijau adalah ayam hutan endemik Indonesia yang tersebar di Pulau Jawa, Bali, Lombok, Komodo, Flores, Rinca dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Ayam ini termasuk burung berukuran besar, dengan ukuran panjang jantan berkisar antara 70-75 cm. Sedangkan betina, berukuran lebih kecil, yaitu berkisar 40-45 cm. Ayam hutan hijau memiliki bentuk dan warna yang paling unik di antara semua jenis ayam hutan, karena ciri-cirinya yang lebih menyerupai burung pheasant.
Gambar 29. Ayam hutan hijau. Sumber: Flickr Pial/jengger dan gelambir ayam hutan hijau memiliki ukuran paling besar dibandingkan dengan jengger dan gelambir dari spesies ayam hutan lainnya. Jengger ayam hutan hijau berbentuk bilah yang sangat besar, berwarna merah muda dengan tepi membulat tanpa gerigi. Bagian tengah jengger berwarna biru muda dan kuning. Gelambir yang menggantung di bawah dagu juga sangat lebar, berwarna merah muda. Tepi gelambir bagian bawah berwarna biru muda, sedangkan tepi gelambir bagian dalam berwarna kuning.
Gambar 30. Kepala dan dada ayam hutan hijau. Sumber: Flickr Berbeda dengan bulu leher ayam hutan pada umumnya yang tumbuh memanjang dan sempit, bulu leher, tengkuk dan mantel ayam hutan hijau, tumbuh pendek, membulat atau sedikit meruncing dan tumpang tindih seperti sisik ikan. Bulu leher ini berwarna hijau, yang bisa berubah-ubah seperti warna minyak tanah di atas air (iridescent). Tepian bulu leher berwarna hitam. Fenomena gugur bulu (moulting) di bagian leher, tidak ditemukan pada ayam hutan hijau. Bulu sayap atas tumbuh sempit memanjang, berwarna hitam dengan tepian berwarna jingga. Bulu pinggul juga berbentuk sama, hanya saja tepiannya berwarna kuning keemasan. Bagian bawah tubuh dan ekor berwarna hitam bercampur ungu dan hijau berkilauan. Ayam hutan betina berwarna kuning kecoklatan, dengan garis-garis dan bintik hitam. Iris merah, paruh abu-abu keputihan. Jengger dan gelambir tidak ada. Kaki kekuningan atau agak kemerahan tanpa taji.
Gambar 31. Ayam hutan hijau betina. Sumber: Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar